Minggu, 11 Agustus 2013

Coklat dari Italia

Kemarin aku sempat ke tempat salah satu kakekku di daerah Wongaya Gede, Tabanan. Kebetulan cucunya yang dari Italia pulang untuk summer holiday. Ya, salah satu cucunya memang orang Italia. Anak pertamanya nikah dengan orang Italia dan sekarang tinggal dan menetap di sana. Setahun sekali mereka pulang ke Indonesia untuk berlibur saat summer holiday.

Walaupun orang Italia, tapi sepupuku itu (yang sekarang baru kelas 4 SD) bisa bicara bahasa Indonesia, yah walaupun tidak lancar. Yang aku salutin, waktu dia ngomong bahasa Indonesia gak kedengeran logat Italianya, bener-bener kayak suaranya orang Indonesia. Tapi bahasa Indonesianya memang terbatas. Ibunya pun kadang-kadang ngomong dalam bahasa Indonesia, tapi lebih sering pake bahasa Italia. Bapaknya pun bisa bahasa Indonesia, tapi bener-bener gak lancar.

Walaupun jauh dari Italia, namun begitu sampai di Bali, dia gak keliatan kayak anak-anak kota lainnya. Dia gak sungkan bantu kakeknya ngangkatin kayu, kasih makan babi, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang kadang-kadang anak kota ngerasa jijik ngeliatnya. Memang sih aku gak begitu dekat dengannya. Tapi sekilas memang anak itu keliatan humble dan baik hati. Mungkin itu berkat didikan keras dari ibunya.

Aku baru sadar kenapa bule-bule kebanyakan badannya gede setelah ketemu dia. Selain karena faktor genetik, mungkin faktor makanan juga berpengaruh. Kalo disini coklat keju dan roti cuma jadi cemilan, disana bisa jadi makanan pokok. Malah dia biasa nyemilnya nasi 2 piring plus kecap setengah botol. Itu nyemil lho, belum makannya. Malah kadang-kadang makannya bisa sampai 3 piring! Aku ngeliat dia makan aja udah kenyang duluan. Walaupun begitu badannya gak begitu gede untuk ukuran bule. Proporsional lah.

Makanan yang dibawa dari Italia ke sini salah satunya adalah coklat batangan. Rasanya enak banget, pahit-pahit manis gimana gitu. Gak pengen berhenti untuk makan coklatnya. Untung bawa coklatnya banyak, jadi aku bisa makan sepuasnya, hahaha.

Sabtu, 10 Agustus 2013

Perayaan Hari Raya Saraswati di Pura Luhur Batukaru, Tabanan

Pulang ke desa Wongaya Gede merupakan hal rutin yang harus dilakukan kalau aku berkunjung ke Bali. Kebetulan sekali kepulanganku kali ini bertepatan dengan acara keagamaan Hindu, yaitu Hari Saraswati. Hari Saraswati merupakan hari dimana ilmu pengetahuan diturunkan ke bumi. Pada Hari Saraswati kami melakukan pemujaan kepada dewi ilmu pengetahuan, yaitu Dewi Saraswati.

Seperti pada hari-hari besar keagamaan lainnya, hari ini Pura Luhur Batukaru yang berada di kaki gunung Batukaru banyak dikunjungi orang untuk berdoa. Kebanyakan yang datang merupakan pelajar-pelajar di sekitar Kabupaten Tabanan. Tidak mengherankan, apabila kalian datang pada Hari Saraswati ke desa Wongaya Gede, pasti akan menjumpai banyak pelajar-pelajar dari berbagai penjuru Bali yang akan bersembahyang di Pura Luhur Batukaru.
Menurut sepupuku yang berasal dari daerah ini, biasanya pelajar-pelajar dari sekitar daerah Tabanan akan memenuhi Pura dari pagi hingga sore, sedangkan bagi para pelajar sekitar Pura biasanya akan bersembahyang pada malam harinya. Sebagai salah satu orang yang (leluhurnya) berasal dari daerah sini, tentunya aku harus ikut sembahyang di Pura. Momen-momen hari raya seperti ini sangat jarang bertepatan dengan liburan kuliah, jadi kesempatan ini gak akan aku sia-siakan untuk mengikuti ritual pemuda-pemudi sekitar yang akan bersembahyang di Pura.
Bersembahyang di malam hari pada musim kemarau di Pura yang terletak di kaki gunung bukan hal yg mudah lho. Angin gunung yang sepoi-sepoi di malam hari cukup bisa disamakan dengan angin yang ada di dalam kulkas. Walaupun udah pake jaket tebal, tetap aja dingin. Salut deh buat para cewek-ceweknya yang bisa pake kebaya di suasana kayak begitu. Tau sendiri kan bentuknya kebaya Bali, menerawang di bagian atas dada hingga leher serta bagian atas punggung hingga pundaknya.

Sebenernya menurutku lebih enak sembahyang di malam hari, soalnya sepi dan dingin, jadi lebih konsentrasi buat sembahyang. Negatifnya cuma bawaannya jadi ngantuk mulu. Suasananya nyaman banget buat tidur, apalagi ditemani selimut tebal di atas kasur yang empuk serta bantal yang empuk juga. Ritual persembahyangan yang harus dijalani gak begitu berbeda dengan ritual persembahyangan di tempat lainnya. Yang membedakan sembahyang di sini dengan sembahyang di tempat lainnya tentu saja suasananya yang susah ditemui di tempat lainnya.

Suasana nyaman serta kekeluargaan inilah yang bikin Bali jadi ngangenin dan pengen terus pulang untuk mengunjungi sanak saudara di sini.

Rabu, 07 Agustus 2013

Mencoba konsisten

Memang bener-bener susah untuk terus konsisten dalam hal apapun, begitu juga dalam menulis blog. Semuanya memang harus dimulai dari niat (yang tulus ikhlas penuh cinta kasih sayang kepada Tuhan dan semua ciptaan-Nya) serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Dari dulu udah diniatin buat terus nge-blog, posting apa aja setiap hari, pokoknya harus keisi penuh blognya. Tapi lama-kelamaan makin susah buat ngeblog. Selain niatan yang tak kunjung datang, gak setiap hari aku bisa ketemu dengan koneksi internet.

Tapi, semua itu berubah (sejak negara api menyerang) semenjak aku punya android. Ternyata di android bener-bener dipermudah bagi para blogger yang sering terkendala sarana untuk menuangkan pikirannya di blog. Aplikasi blogger yang bisa di download di play store cukup membantu kita biar terus bisa post something, yah setidaknya bisa bikin draftnya dulu, trus di-edit pake laptop kalo lagi punya surplus niat.

Terakhir, aku memang bukan seorang (pujangga) blogger yang aktif nge-blog, tapi setidaknya di blog ini aku bisa menuangkan pikiran-pikiranku ke dalam format tulisan yang bisa dibaca oleh siapapun. Niatnya sih mau konsisten nge-blog mulai saat ini, semoga niat itu gak cuma sekedar wacana doang ya, hehehe.